Kamis, 10 Juni 2010
PESTA SANTA PERAWAN MENGUNJUNGI ELISABET
( Luk 1:39-56 )
Oleh. Rm. Agustinus Heri Wibowo, Pr
Yang terkasih Rm. Rudi, Bapak-bapak, Ibu-ibu, saudar-saudari, serta anak-anak yang dikasihi dan mengasihi Tuhan Kita Yesus Kristus, Selamat Jumpa, Berkah Dalem.
Membaca teks ini, saya sempat terusik oleh kata “melonjaklah anak dalam Rahimnya” sampai saya memerlukan diri untuk bertanya pada dokter dan guru bahasa Indonesia, tadinya persepsi saya kandungan Ibu Elisabet sudah berusia tua, sehingga kemungkinan posisi bayi sudah berada di bawah, kalau melonjak kegirangan apakah berarti Bayi tersebut berbalik arah dari posisi kepala di bawah menjadi posisi kepala di atas (180%) lalu melompat dengan kaki terangkat sambil teriak ik..ak…ik..ak.?
Tapi setelah saya cermati secara tekstual berdasarkan informasi dari kitab Suci dan tradisi Yahudi, kandungan Elisabet kira-kira sudah berumur 6 bulan, dan kepala bayi menghadap kebawah kecil kemungkinannya, biasanya kepala bayi menghadap ke bawah apabila saat-saat kelahiran sudah dekat. Guru bahasa yang saya Tanya sempat njawab dengan kata Jawa :”njondhil” untuk menerjemahkan kata melonjak, dan kiranya ini lebih tepat dalam konteks di atas.
Tetapi saudara-saudari kekasih, saya tidak bermaksud untuk mengupas soal diatas lebih panjang lagi, karena Lukas tidak bermaksud demikian, bayi yang melakukan suatu gerakan mendadak dan kuat dapat diartikan sebagai gambaran datangnya Roh Kudus pada Yohanes sebelum ia dilahirkan, ini mau menunjuk relasi Yesus dan Yohanes nantinya. Bahwa Kelahiran Yohanes menjadi bagian dari pelaksanaan rencana keselamatan Allah. Yohanes akan mempersiapkan karya dan pewartaan yang akan dilakukan Yesus.
Pada Zaman dahulu, gerakan-gerakan aneh bayi dalam kandungan dapat menandakan sesuatu, maka digunakan untuk meramalkan masa depannya. Misalanya waktu dalam kandungan Ibu Ribka, Yakub dan Esau saling bertolak-tolakkan (Kej 25: 22), dan hal itu digambarkan sebagai perselisihan mereka di kemudian hari.
Saudara-saudari kekasih kalau boleh saya beri judul, tema kotbah saya adalah “kunjungan yang menggairahkan dan membawa perubahan”.
Pada awal teks ini, dikisahkan bagaimana Maria bergairah menuju salah satu kota di pegunungan Yehuda, tempat Elisabet saudaranya. Padahal kota itu cukup jauh dan medannya sulit, dari Nazaret tempat tinggal Maria sampai kesana membutuhkan 4 hari perjalanan. Apa yang membuat Maria bergairah? Karena Maria taat dan percaya pada rencana keselamatan Allah. Maria dituntun oleh Allah sendiri untuk menjumpai Elisabet. Bahwa Yohanes pembaptis anak Elisabet akan menjadi bagian dari penggenapan rencana keselamatan Allah. Maria sungguh-sungguh seorang hamba Tuhan yang ingin dipakai Allah dalam penggenapan rencanaNya.
Apa yang terjadi setelah Maria berjumpa dengan Elisabet saudaraNya? terjadi peristiwa yang heboh, mereka bersukacita, dipenuhi kebahagiaan. Mereka saling menggairahkan dalam iman, mereka saling bercerita pengalaman disapa Allah secara special. Inilah namanya kunjungan iman. Mereka mengungkapkan puji-pujian kepada Allah yang rela berkarya dalam hidup mereka.
Apa yang menyebabkan mereka bersukacita dan berbahagia? karena ada Yesus di sana, Maria membawa Yesus dalam kandungannya, dan mereka percaya bahwa Allah berkarya. Dengan demikin bahagia bukan pertama-tama karena unsure materi dan fisik, tetapi karena Percaya pada Allah, seperti kata Injil hari ini, berbahagialah yang percaya…..
Akhirnya saudara-saudara kekasih, belajar dari perikop Injil di atas perlulah kita bertanya pada diri sendiri.
Sudahkah kita membuka hati untuk dikunjungi Tuhan? relakah kita bila Tuhan hadir di hati kita dan mengatur hidup kita? Akankah Tuhan yang hadir itu hanya akan berhenti di tataran rohani ataukah menggerakkan kita sampai pada actus, sampai pada tindakan untuk berbagi, untuk mengunjungi, menyapa dan memberi perhatian pada yang sakit, tersingkir, dan yang membutuhkan?
Saudara-saudari kekasih berbicara tentang kunjungan, ada beberapa pengalaman yang ingin saya sampaikan. Beberapa hari ini salah seorang keluarga koster kita dengan penuh semangat bersyukur dan minta tolong supaya dihaturkan terima kasih kepada umat atas kunjungan dan doannya di waktu koster kita sakit, karena kunjungan umat itusungguh menguatkan, dan menggairahkan semangat hidup, sekarang bapak koster sudah sembuh dan semoga demikian seterusnya.
Juga semenjak saya datang Romo Rudi bersama dewan paroki melakukan kunjungan umat, kunjungan Gembala kepada dombanya, sebuah kunjungan iman. Analisa saya kunjungan ini sungguh menggairahkan karena minimal selesai jam 23.00 WIB bahkan sering sampai jam 00.00 wib.
Pertanyaannya apakah kunjungan ini membawa perubahan? Umat menjadi lebih bergairah dalam iman, dalam menggereja, dalam bermasyarakat ? atau malah “mejen” ? Belum ada survey untuk ini. Hal ini menjadi PR kita bersama.
Saudara-saudari kekasih, pada kesempatan hari ini akan di adakan pemberkatan tempat doa di komplek gereja kita, semoga dengan berdoa di tempat ini kita sungguh mengalami kunjungan dari Allah sendiri. Dan semoga dengan devosi-devosi yang kita lakukan semakin membuat kita bergairah dalam menjemaat entah di lingkungan kita, paroki, ataupun masyarakat.
Akhirnya seperti di simpulkan Rm. Rudi mengenai permenungan saya , kata kuncinya adalah “njondhil dan Mejen”. Apakah kita njodil, bergairah dalam iman dan berubah lebih baik atau malah Mejen???
Ket:
Njondil (Jawa) : gerakan yang mendadak dan kuat
Mejen (jawa): punya potensi untuk menunjukkan aktivitas tapi pada kenyataannya diam saja
Senin, 07 Juni 2010
KUNJUNGAN KELUARGA DI BERNADETHA
Kunjungan keluarga kali ini terasa lain. Lain karena suasananya, lain karena penyambutannya. Kami anggota Dewan ber enam ( Romo Rudy, Pak Parwinando, Pak Ambar, Pak Bintarawan, Bu Cony dan Saya sendiri - Andre ) mengunjungi 6 keluarga yang berada di lingkungan Bernadetha Kalinegoro. Pada awalnya memang suasanya terasa biasa - biasa saja, yang tidak biasa karena pada salah satu keluarga yang dikungjungi terasa segar dengan joke - joke dan bisa tertawa lepas. terlepas bahwa masih banyak terdapat berbagai masalah yang menyelimuti keluarga - keluarga yang dikunjungi, tapi ini menjadi salah satu obat kerinduan dalam melepas kepenatan masalah, melepas segala kekurangan dengan keakraban. Hal ini yang tidak biasa dan sangat berkesan. Hampir selama 20 menit disuguhi dengan canda tawa dan klekraban seperti keluarga. Yang lebih special lagi karena di akhir acara di salah satu keluarga, hampir semua umat yang berada di lingkungan tersebut hadir, meski ada keluarga yang tidak terkunjungi di rumahnya. Semua mencair dengan doa sambil berdiri melingkar. Ehm, paguyuban dan komunitas di lingkungan memang terasa di sini. Salut untuk Lingkungan Bernadetha.
Andre - GEMPAR )
Minggu, 06 Juni 2010
“DI PLEKOTHO”
“DI PLEKOTHO” By :Clara Diva
“Asemki, aku malah sik diplekotho,” kata salah seorang mudika santo Mikael beberapa waktu yang lalu. Kata diplekotho memang sudah tak asing lagi ditelinga kita ,khususnya umat paroki ini. Bukan hanya mudika tapi ibu –ibu dan bapaknya juga sering berujar,”Walah kok aku sik diplekoto.”
Sebelumnya saya suka nebak-nebak arti kata ini dengan cara menghubungkan kalimat demi kalimat yang mengiringinya. Dan ternyata tebakan saya tidak meleset jauh. Setelah saya mencari dari beberapa sumber disini dapat saya simpulkan bahwa arti kata diplekhoto itu sendiri kurang lebih adalah “dikerjai”. Bagi saya warga asli magelang. Kata diplekotho memang merupakan kosakata yang baru . dan tentunya akan banyak yang setuju jika saya menyebutkan satu nama pemopuler kata tersebut,yaitu “Rm Rudy hardono pr”.
Kenapa saya katakan begitu, Tapi survey membuktikan bahwa kata “DIPLEKOTHO” memang santer terdengar setelah romo Rudy tercinta hadir ditengah kita(he..he…he…). Ternyata romo diparoki kita bisa juga menjadi trendsetter juga ya. Khususnya dibidang perbendaharaan bahasa kita. Coba deh kita ingat-ingat kalimat yang mengiringi pengumuman para donatur. “sithik ra ditampik , akeh pekoleh.” Walaupun ketika pengumuman dibaca oleh orang luar jawa dengan logat yang tidak pas, tapi Pastinya ingatan kita akan langsung tertuju pada sosok Rm supriyanto . Betul apa betul?
Setiap romo memang selalu memberi kesan menggelitik dan menyenangkan bagi kita. Rm cipto yang sangat cinta dengan lelenya. Rm istoto yang gemar wayang. Rm heru wahyu jatmiko yang diapali para sopir darling karena setiap mereka datang mau njemput warga mujen yg pulang misa ternyata sudah kepancal,kata mereka ,”wooo , lha lik mimpin misa jebule rm heru tho.” (he..He…He..).
Dan yang satu ini adalah romo kita yang paling gress.” Rm Heri”. Dan ini bukan Cuma saya aja yang terpedaya Terpedaya oleh wajah cute dari rm heri.
Pandangan pertama saya dengan rm heri (walah…) ketika saya bersih –bersih ,habis rekoleksi ceritanya. Diruang tamu saya melihat sesosok pemuda denga gaya coolnya memperhatikan kami yang wira wiri didepannya. Sadar sedang diperhatikan denga gaya sok yang punya gereja, saya menyapanya,”monggo mas.”kok yang disapa diam aja. Dalam hati saya berguman ,”enek cah mudika kok sombong.”….ellah dallah lha kok beberapa hari kemudian saya meliatnya berdiri didepan altar, ya ampun isin aku . moga-moga rm heri sudah lupa dengan mukaku saat itu.Tapi ternyata selidik punya selidik bukan Cuma saya aja lho yang tertipu….ada banyak. syukur puji Tuhan saya enggak sendirian malunya. Rm heri saya prediksikan akan terpatri dalam benak kita karena gaya anak muda terutama celana pendeknya.(he..he..he..)
Nyuwun sewu nggih rm . tulisan ini memang sengaja saya buat untuk mengungkapkan rasa sayang saya pada romo2 yang dengan tulus telah menggembalakan kami dengan baik . Matur nuwun Romo.
SEKIAN
“Asemki, aku malah sik diplekotho,” kata salah seorang mudika santo Mikael beberapa waktu yang lalu. Kata diplekotho memang sudah tak asing lagi ditelinga kita ,khususnya umat paroki ini. Bukan hanya mudika tapi ibu –ibu dan bapaknya juga sering berujar,”Walah kok aku sik diplekoto.”
Sebelumnya saya suka nebak-nebak arti kata ini dengan cara menghubungkan kalimat demi kalimat yang mengiringinya. Dan ternyata tebakan saya tidak meleset jauh. Setelah saya mencari dari beberapa sumber disini dapat saya simpulkan bahwa arti kata diplekhoto itu sendiri kurang lebih adalah “dikerjai”. Bagi saya warga asli magelang. Kata diplekotho memang merupakan kosakata yang baru . dan tentunya akan banyak yang setuju jika saya menyebutkan satu nama pemopuler kata tersebut,yaitu “Rm Rudy hardono pr”.
Kenapa saya katakan begitu, Tapi survey membuktikan bahwa kata “DIPLEKOTHO” memang santer terdengar setelah romo Rudy tercinta hadir ditengah kita(he..he…he…). Ternyata romo diparoki kita bisa juga menjadi trendsetter juga ya. Khususnya dibidang perbendaharaan bahasa kita. Coba deh kita ingat-ingat kalimat yang mengiringi pengumuman para donatur. “sithik ra ditampik , akeh pekoleh.” Walaupun ketika pengumuman dibaca oleh orang luar jawa dengan logat yang tidak pas, tapi Pastinya ingatan kita akan langsung tertuju pada sosok Rm supriyanto . Betul apa betul?
Setiap romo memang selalu memberi kesan menggelitik dan menyenangkan bagi kita. Rm cipto yang sangat cinta dengan lelenya. Rm istoto yang gemar wayang. Rm heru wahyu jatmiko yang diapali para sopir darling karena setiap mereka datang mau njemput warga mujen yg pulang misa ternyata sudah kepancal,kata mereka ,”wooo , lha lik mimpin misa jebule rm heru tho.” (he..He…He..).
Dan yang satu ini adalah romo kita yang paling gress.” Rm Heri”. Dan ini bukan Cuma saya aja yang terpedaya Terpedaya oleh wajah cute dari rm heri.
Pandangan pertama saya dengan rm heri (walah…) ketika saya bersih –bersih ,habis rekoleksi ceritanya. Diruang tamu saya melihat sesosok pemuda denga gaya coolnya memperhatikan kami yang wira wiri didepannya. Sadar sedang diperhatikan denga gaya sok yang punya gereja, saya menyapanya,”monggo mas.”kok yang disapa diam aja. Dalam hati saya berguman ,”enek cah mudika kok sombong.”….ellah dallah lha kok beberapa hari kemudian saya meliatnya berdiri didepan altar, ya ampun isin aku . moga-moga rm heri sudah lupa dengan mukaku saat itu.Tapi ternyata selidik punya selidik bukan Cuma saya aja lho yang tertipu….ada banyak. syukur puji Tuhan saya enggak sendirian malunya. Rm heri saya prediksikan akan terpatri dalam benak kita karena gaya anak muda terutama celana pendeknya.(he..he..he..)
Nyuwun sewu nggih rm . tulisan ini memang sengaja saya buat untuk mengungkapkan rasa sayang saya pada romo2 yang dengan tulus telah menggembalakan kami dengan baik . Matur nuwun Romo.
SEKIAN
SUASANA RAPAT PERTAMA PERSIAPAN SUPERVISI
Supervisi yang dilaksanakan pada tanggal 19 Juli 2010 telah dilakukan persiapan - persiapan, salah satunya adalah membagi tugas kepada Dewan Paroki harian. Tim yang dibentuk dari dewan harian berjumlah 3 Tim yang langsung dikoordinatori oleh Romo YB Rudi Hardono, Pr. Tim ini yang akan " menggodok materi / instrumen supervisi yang telah dibagikan kepada sejumlag anggota dewan yang meliputi materi kelembagaan, harta benda, program kerja bidang dll. Suasana rapat awal terasa segar dan "gayeng" meski yang hadir hanya 9 orang, yaitu Romo Rudy, Pak Sri Wiyanto, Pak Andre, Pak Giman, Pak Parwinando, Pak Bandi, Pak Tarman, Pak Ambar Waluyo, dan Bu cony. ( minggu, 6 Juni 2010, 17.00 - 20.30 wib )
ZIARAH SEBAGAI SUATU BENTUK DEVOSIONAL
ZIARAH SEBAGAI SUATU BENTUK DEVOSIONAL
Frans. Hermawan
Praktek devosi yang sering marak dilakukan umat katolik pada bulan Maria adalah berziarah ke gua Maria atau ke tempat ziarah yang lain, misalnya, Poh sarang, Sendangsono, sriningsih, gua kerep , Jatiningsih klepu, gua tritis gunung kidul, Grabag magelang , Lourdes dan sebagainya. Bahkan ada yang rutin melaksanakan ziarah pada hari hari tertentu misalnya setiap jum at kliwon , jum at legi ke pohsarang, grabag, tritis. Timbul pertanyaan dalam hati kita apa makna ziarah dan pentingnya dalam menunjang penghayatan hidup iman kita ? Banyak dan sering dalam praktek ziarah umat hanya terhenti pada devosi dan melupakan alamat yang sebenarnya yaitu yesus yang merupakan tujuan akhir dari bentuk devosi dan perziarahan hidup manusia . Fenomena yang berkembang saat ini adalah ziarah menjadi suatu trend dan sekedar tour wisata. Dampaknya mendorong Gereja paroki untuk berlomba membuka tempat ziarah baru. Disisi lain mendorong biro perjalanan untuk menawarkanziarah rohani ketempat suci baik, didalam maupun ke luar negeri.
Ada anggapan diantara umat bahwa kalau sudah ziarah ke pohsarang, palestina merasa lebih “ katolik “ ketimbang umat lain yang Cuma ke sriningsih atau sendang sono, atau umat yang lain yang nggak pernah ziarah. Apakah seperti ini pemahaman umat tentang makna ziarah katolik ?
SEJARAH ZIARAH
Praktek ziarah sudah ada dalam tradisi bangsa yahudi yang dilaksanakan setiap tahun berziarah ke Bait suci yerusalem . Yesus sendiri untuk pertama kalinya berziarah pada usia 12 tahun. Kebiasaan masyarakat yahudi ketika berziarah mereka menyanyikan mazmur pujian (Mzm 120-134) khususnya mazmur 122 yang melukiskan sejak abad I, orang Kristen biasa berziarah ketanah suci (Palestina ) intuk napak tilas kehidupan Yesus, khususnya jalan salibNya. Kemudian tujuan ziarah dikembangkan, ke Roma, yakni di makam st Petrus dan st Paulus. Timbulnya perang salib pada abad XI – XII juga dipicu oleh gangguan tentara Turki terhadap para peziarah di Tanah suci.
Pada akhir abad pertengahn tempat tempat ziarah mulai marak yang semuanya tertuju pada devosi kepada bunda maria, khususnya tempat penampakan Bunda Maria.
MAKNA ZIARAH BAGI UMAT KATOLIK
GEREJA DALAM PERZIARAHAN
Ketika berziarah kita meninggalkan kesibukan sehari hari dan menuju ke tempat ziarah. Peerjalanan fisik ini mengingatkan kita bahwa manusia , kita semua (Gereja) sedang berziarah enuju tanah surgawi yang dijanjikan oleh Tuhan (lih. Ibr 11 : 16}. Gerak perjalanan kita adalah menuju kepenuhan kerajaan Allah pada akhir zaman. Dalam Alkitab dikatakan bahwa waktu dilihat sebagai garis lurus yang bergerak maju, sepertinya bangsa Israel yang keluar dari perbudakan mesir di bawah bimbingan Musa
Waktu bukan dilihat seperti perputaran roda kehidupan atau peruntungan nasib. Umat israil percaya akan tuntunan dan bimbingan Tuhan meskipun tantangan dan hambatan selalu menjadi bagian dari kehidupan mereka. Demikian juga Gereja dlam perjalanan selalumengalami persoalan dan kesulitan. Sebgai umat kita semua yakin akan bimbingan pertolongan Tuhan yang senantiasa akan menyertai sampai akhir zaman ( Mat 28 : 20 ).
ZIARAH SEBAGAI UNGKAPAN TOBAT
Pesiarahan menuntut adanya pengorbanan, baik fisik maupun beban psikologis, misalnya harus berjalan menuju ke tempat ziarah, naik ke perbukitan yang sepi. Pengorbanan, lelah fisik maupun psikis merupakan bentuk silih dan ungkapan tobaatas dosa dosa dan kerapuhan hidupmanusia. Ziarah juga mau menunjukan kepada manusia tentang pentingnya spiritualitas keinginan manusia mau meninggalkan jalan yang tidak benar dan mau menempuh jalan yang dituntun oleh Tuhan ( Metanoya ) . Maka seyogyanya pada saat kita melaksanakan ziarah dilengkapi dengan penerimaan sakramen tobat dan sakramen ekaristi.
ZIARAH SEBAGAI BENTUK DIMENSI KESATUAN
Gereja dalah persekutuan murid murid kristus yang dibabtis dengan roh yang satu dan sama, dan membentuk suatu paguyuban serta mengambil bagian dalam wafat dan kebangkitan kristus. Tempat ziarah merupakan sarana untuk berkumpul umat dari berbagai paroki , suku , komunitas , dan mempunyai ujub, gerak devosi yang sama. Maka disini nampak dari berbagai kemajemukan berhimpun menjadi satu dalam Gereja
MENGAPA UMAT PERLU BERZIARAH ?
Ziarah yang dilakukan merupakan bentuk ungkapan penghayatan iman bukan suatu kewajiban seperti umroh , naik haji dengan konsekuensi mendapat gelar setelah setelah dilaksanakan. Ziarah tidak menunjukan apakah seseorang itu lebih katolik daripada yang lain, sebab ukuran menjadi murid kristus adalah mngamalkan ajaran cinta kasih. Dengan berziarah manusia bisa mengungkapkan iman melalui penghormatan dan pujian kepada Bunda maria, meskipun ada beberapa bentuk devosi yang lain misalnya; Novena , doa rosario , Litani , dsb. Tidak dipungkiri umat bahwa tempat ziarah menjadi alternatif yang nges dan sreg dalam berkomunikasi melalaui doa. Semakin sering suatu tempat dijadikan tempat doa, semakin suasana nges dan sreg terasa.
BEBERAPA CATATAN KRITIS UNTUK PARA PEZIARAH
Agar kita dapat berziarah dengan iman yang benar dan tertuju pada alamat peziarahan serta tercipta suasana nges dan sreg dalam berdoa, ada beberapa catatan kritis sebagai bahan permenungan.
1. Waspadalah Bahaya Takhayul !
Ada anggapan yang keliru dalam praktek ziarah yaitu apabila 3 kali berturut turut ke tempat ziarah tertentu pasti intensiku terkabul , Ataupun ada anggapan ziarah ketempat tertentu dan membawa air, bunga, ataupun benda benda dari tempat ziarah pasti tokcer, manjur dan terkabul. Praktek pemikiran magis justru akan dapat menggerogoti iman kita. Lalu apa bedanya dengan ziarah ke gunung kawi, pulang membawa kembang wijaya kusuma? Manjur, tokcer , terkabul adalah kehendak tuhan, bukan manusia yang memaksakan, maka waspadalah.
2. Ziarah sekedar mencari hadiahnya ?
Sering terjadi orang berziarah hanya sekedar mencari hadiahnya. Mereka suka mengunjungi tempat tempat ziarah yang paling favorit , tokcer .misalnya : Poh sarang, kerep ambarawa, candi ganjuran. Ada yang yang berziarah setiap malam jum at legi pergi ke gunung kawi. Dengan adanya pohsarang orang mulai beralih kesana. Tetapi, karena yang dicari Cuma hadiahnya, Cuma pemberianNya, bukab si Pemberi sendiri, dia kan tergoda untuk membanding bandingkannya, mana yang lebih manjur, gunung kawi atau pohsarang. Bila pohsarang tidak lagi memberikan hasil, dia balik lagi ke gunungkawi. Itulah kalau motivasinya hanya sekedar mencari hadiah. Padahal, dalam devosi maria termasuk ziarah ini kita mau belajar dan meneladan iman maria. Ziarah yang kita lakukan diharapkan mampu mendorong kitameneladan kesabaran, ketabahan, keibuan,kepasrahan, kesetiaan, dan ketaatan Bunda Maria.
3. Buah Ziarah harus berakar dalam Gereja setempat
Umat yang rajin berziarah, hendaknya jangan melupakan komunitas umat setempat ( wil / lingkungan ). Umat boleh rajin berziarah, tapi kegiatan paroki , lingkungan, nggak mau nongol, ada permasalahan sedikit ” mutung ” dengan paroki, lingkungan , komunitas basis. Padahal , justru melalui lingkungan, kelompok basis, kategorial, kita bisa saling berbagi, bersekutu, mewujudkan iman kita. Jangan sampai Praktek ziarah ini justru memperpersempit iman kita, yakni sekedar motivasi pribadi dan mencari keselamatan individual. Bersama umat yang lain, kita dipanggil mengembangkan dan mewujudnyatakan kerajaan Allah agar perziarahan iman kita sampat pada tujuan, yaknih tanah air surgawi.
Disarikan dari buku ” Menghidupi tradisi katolik ”
Frans. Hermawan
Praktek devosi yang sering marak dilakukan umat katolik pada bulan Maria adalah berziarah ke gua Maria atau ke tempat ziarah yang lain, misalnya, Poh sarang, Sendangsono, sriningsih, gua kerep , Jatiningsih klepu, gua tritis gunung kidul, Grabag magelang , Lourdes dan sebagainya. Bahkan ada yang rutin melaksanakan ziarah pada hari hari tertentu misalnya setiap jum at kliwon , jum at legi ke pohsarang, grabag, tritis. Timbul pertanyaan dalam hati kita apa makna ziarah dan pentingnya dalam menunjang penghayatan hidup iman kita ? Banyak dan sering dalam praktek ziarah umat hanya terhenti pada devosi dan melupakan alamat yang sebenarnya yaitu yesus yang merupakan tujuan akhir dari bentuk devosi dan perziarahan hidup manusia . Fenomena yang berkembang saat ini adalah ziarah menjadi suatu trend dan sekedar tour wisata. Dampaknya mendorong Gereja paroki untuk berlomba membuka tempat ziarah baru. Disisi lain mendorong biro perjalanan untuk menawarkanziarah rohani ketempat suci baik, didalam maupun ke luar negeri.
Ada anggapan diantara umat bahwa kalau sudah ziarah ke pohsarang, palestina merasa lebih “ katolik “ ketimbang umat lain yang Cuma ke sriningsih atau sendang sono, atau umat yang lain yang nggak pernah ziarah. Apakah seperti ini pemahaman umat tentang makna ziarah katolik ?
SEJARAH ZIARAH
Praktek ziarah sudah ada dalam tradisi bangsa yahudi yang dilaksanakan setiap tahun berziarah ke Bait suci yerusalem . Yesus sendiri untuk pertama kalinya berziarah pada usia 12 tahun. Kebiasaan masyarakat yahudi ketika berziarah mereka menyanyikan mazmur pujian (Mzm 120-134) khususnya mazmur 122 yang melukiskan sejak abad I, orang Kristen biasa berziarah ketanah suci (Palestina ) intuk napak tilas kehidupan Yesus, khususnya jalan salibNya. Kemudian tujuan ziarah dikembangkan, ke Roma, yakni di makam st Petrus dan st Paulus. Timbulnya perang salib pada abad XI – XII juga dipicu oleh gangguan tentara Turki terhadap para peziarah di Tanah suci.
Pada akhir abad pertengahn tempat tempat ziarah mulai marak yang semuanya tertuju pada devosi kepada bunda maria, khususnya tempat penampakan Bunda Maria.
MAKNA ZIARAH BAGI UMAT KATOLIK
GEREJA DALAM PERZIARAHAN
Ketika berziarah kita meninggalkan kesibukan sehari hari dan menuju ke tempat ziarah. Peerjalanan fisik ini mengingatkan kita bahwa manusia , kita semua (Gereja) sedang berziarah enuju tanah surgawi yang dijanjikan oleh Tuhan (lih. Ibr 11 : 16}. Gerak perjalanan kita adalah menuju kepenuhan kerajaan Allah pada akhir zaman. Dalam Alkitab dikatakan bahwa waktu dilihat sebagai garis lurus yang bergerak maju, sepertinya bangsa Israel yang keluar dari perbudakan mesir di bawah bimbingan Musa
Waktu bukan dilihat seperti perputaran roda kehidupan atau peruntungan nasib. Umat israil percaya akan tuntunan dan bimbingan Tuhan meskipun tantangan dan hambatan selalu menjadi bagian dari kehidupan mereka. Demikian juga Gereja dlam perjalanan selalumengalami persoalan dan kesulitan. Sebgai umat kita semua yakin akan bimbingan pertolongan Tuhan yang senantiasa akan menyertai sampai akhir zaman ( Mat 28 : 20 ).
ZIARAH SEBAGAI UNGKAPAN TOBAT
Pesiarahan menuntut adanya pengorbanan, baik fisik maupun beban psikologis, misalnya harus berjalan menuju ke tempat ziarah, naik ke perbukitan yang sepi. Pengorbanan, lelah fisik maupun psikis merupakan bentuk silih dan ungkapan tobaatas dosa dosa dan kerapuhan hidupmanusia. Ziarah juga mau menunjukan kepada manusia tentang pentingnya spiritualitas keinginan manusia mau meninggalkan jalan yang tidak benar dan mau menempuh jalan yang dituntun oleh Tuhan ( Metanoya ) . Maka seyogyanya pada saat kita melaksanakan ziarah dilengkapi dengan penerimaan sakramen tobat dan sakramen ekaristi.
ZIARAH SEBAGAI BENTUK DIMENSI KESATUAN
Gereja dalah persekutuan murid murid kristus yang dibabtis dengan roh yang satu dan sama, dan membentuk suatu paguyuban serta mengambil bagian dalam wafat dan kebangkitan kristus. Tempat ziarah merupakan sarana untuk berkumpul umat dari berbagai paroki , suku , komunitas , dan mempunyai ujub, gerak devosi yang sama. Maka disini nampak dari berbagai kemajemukan berhimpun menjadi satu dalam Gereja
MENGAPA UMAT PERLU BERZIARAH ?
Ziarah yang dilakukan merupakan bentuk ungkapan penghayatan iman bukan suatu kewajiban seperti umroh , naik haji dengan konsekuensi mendapat gelar setelah setelah dilaksanakan. Ziarah tidak menunjukan apakah seseorang itu lebih katolik daripada yang lain, sebab ukuran menjadi murid kristus adalah mngamalkan ajaran cinta kasih. Dengan berziarah manusia bisa mengungkapkan iman melalui penghormatan dan pujian kepada Bunda maria, meskipun ada beberapa bentuk devosi yang lain misalnya; Novena , doa rosario , Litani , dsb. Tidak dipungkiri umat bahwa tempat ziarah menjadi alternatif yang nges dan sreg dalam berkomunikasi melalaui doa. Semakin sering suatu tempat dijadikan tempat doa, semakin suasana nges dan sreg terasa.
BEBERAPA CATATAN KRITIS UNTUK PARA PEZIARAH
Agar kita dapat berziarah dengan iman yang benar dan tertuju pada alamat peziarahan serta tercipta suasana nges dan sreg dalam berdoa, ada beberapa catatan kritis sebagai bahan permenungan.
1. Waspadalah Bahaya Takhayul !
Ada anggapan yang keliru dalam praktek ziarah yaitu apabila 3 kali berturut turut ke tempat ziarah tertentu pasti intensiku terkabul , Ataupun ada anggapan ziarah ketempat tertentu dan membawa air, bunga, ataupun benda benda dari tempat ziarah pasti tokcer, manjur dan terkabul. Praktek pemikiran magis justru akan dapat menggerogoti iman kita. Lalu apa bedanya dengan ziarah ke gunung kawi, pulang membawa kembang wijaya kusuma? Manjur, tokcer , terkabul adalah kehendak tuhan, bukan manusia yang memaksakan, maka waspadalah.
2. Ziarah sekedar mencari hadiahnya ?
Sering terjadi orang berziarah hanya sekedar mencari hadiahnya. Mereka suka mengunjungi tempat tempat ziarah yang paling favorit , tokcer .misalnya : Poh sarang, kerep ambarawa, candi ganjuran. Ada yang yang berziarah setiap malam jum at legi pergi ke gunung kawi. Dengan adanya pohsarang orang mulai beralih kesana. Tetapi, karena yang dicari Cuma hadiahnya, Cuma pemberianNya, bukab si Pemberi sendiri, dia kan tergoda untuk membanding bandingkannya, mana yang lebih manjur, gunung kawi atau pohsarang. Bila pohsarang tidak lagi memberikan hasil, dia balik lagi ke gunungkawi. Itulah kalau motivasinya hanya sekedar mencari hadiah. Padahal, dalam devosi maria termasuk ziarah ini kita mau belajar dan meneladan iman maria. Ziarah yang kita lakukan diharapkan mampu mendorong kitameneladan kesabaran, ketabahan, keibuan,kepasrahan, kesetiaan, dan ketaatan Bunda Maria.
3. Buah Ziarah harus berakar dalam Gereja setempat
Umat yang rajin berziarah, hendaknya jangan melupakan komunitas umat setempat ( wil / lingkungan ). Umat boleh rajin berziarah, tapi kegiatan paroki , lingkungan, nggak mau nongol, ada permasalahan sedikit ” mutung ” dengan paroki, lingkungan , komunitas basis. Padahal , justru melalui lingkungan, kelompok basis, kategorial, kita bisa saling berbagi, bersekutu, mewujudkan iman kita. Jangan sampai Praktek ziarah ini justru memperpersempit iman kita, yakni sekedar motivasi pribadi dan mencari keselamatan individual. Bersama umat yang lain, kita dipanggil mengembangkan dan mewujudnyatakan kerajaan Allah agar perziarahan iman kita sampat pada tujuan, yaknih tanah air surgawi.
Disarikan dari buku ” Menghidupi tradisi katolik ”
7 CARA MENDAMPINGI ANAK MENGIKUTI PERAYAAN EKARISTI
7 CARA MENDAMPINGI ANAK
MENGIKUTI PERAYAAN EKARISTI
Frans Hermawan
Fenomena umumyang dapat diamati di berbagai kota, animo kaum muda mengikuti Perayaan Ekaristi makin hari makin menipis. Kalaupun mereka hadir dalam Perayaan Ekaristi, amat sulit bagi mereka mengikuti seluruh urutan perayaan ekaristi dengan khidmad. Sebabnya antara lain mereka kurang dibiasakan mengikuti perayaan ekaristi sejak kecil.
Banyak orang tua hanya mondar-mandir di sekitar gerja saat Perayaan Ekaristi berlangsung untuk menemani anak-anak mereka. Hal itu umumnya dianggap lebih baik, daripada membiarkan anak-anak menangis di dalam geraja dan mengganggu kekhusukan umat lain yang sedang berdoa. Tapi, apakah langkah ini yang paling tepat? Tentu tidak! Tanpa menghilangkan kekhasan dunia anak- anak, perlu ditemukan cara mendapatkan saluran positif untuk mendidik anak agar mulai mengenal tata cara hidup menggereja, khususnya dalam mengikuti Perayaan Ekaristi.
Berdasarkan pengalaman dan pengamatan, cara-cara berikut ini kiranya bisa menjadi alternatif pendidikan anak agar belajar terlibat aktif dalam perayaan ekaristi.
1. Membantu anak untuk tenang
Hal ini dilakukan jika anak muali merasa bosan, ingin berjalan-jalan keluar gereja, meronta-ronta, bahkan akan menangis. Dalam situasi ini orang tua mengalihkan perhatian anak agar tetap mau mengikuti misa. Untuk itu, anak sebaiknya diberi kesibukan, misalnya bermain rosario, melihat gambar – gambar suci yang disiapkan dari rumah dan sebagainya.
2. Membuat anak merasa tertarik
Sebaiknya selama misa berlangsung, kepada anak-anak ditunjukkan hal- hal yang menarik, misalnya pada suara koor, organ, lukisan dinding gereja, arca – arca, pakaian yang dikenakan pastor, misdinar, dan sebagainya. Lebih baik lagi jika orang tua atau pendamping bisa menjelaskannya, sehingga anak dapat sedikit memahami dan tetap terlibat mengikuti misa.
3. Mendukung anak beraktivitas
Jika anak sudah mulai bisa bernyanyi atau membaca, orangtua bisa menuntun anak mencarikan nomor lagu yang dinyanyikan, atau menunjukkan teks – teks yang sedang dibacakan. Ada pastor di Jakarta yang cukup kreatif, saat menyanyikan doa Bapa Kami, orang dewasa hanya boleh menyanyi dalam hati. Kesempatan itu sepenuhnya diberikan kepada anak-anak untuk menyanyikannya.
4. Memberi anak uang kolekte
Di sini orangtua perlu memberi penjelasan pada anak, bahwa unuk merawat gereja dibutuhkan uang, oleh karena itu si anak dilatih memberikan sumbangan kepada Gereja. Uang kolekte itu sudah dipersiapkan dari rumah, dan dipisahkan dari rumah, dan dipisahkan dari uang jajan, agar anak rela memasukkan uang itu ke kotak kolekte. Hal yang lebih penting adalah melibatkan anak melakukan berbagai aktivitas (ritual) yang bisa mereka ikuti.
5 Menyapa dan menyalami anak
” Salam Damai” adalah saat yang paling tepat untuk melibatkan anak sehingga mendapatkan kelegaan dan kegembiraan bersama umat lain. Untuk itu ajaklah anak menyalami orang – orang disekitarnya. Sangat disayangkan jika ada umat yang tidak menyambut uluran tulus tangan mungil itu. Karena itulah, pengurus gereja atau petugas liturgi bisa memberikan penjelasan lewat pengumuman di gereja atau kesempatan lain, betapa penting memperhatikan anak – anak saat Salam Damai.
6. Mengajak anak menerima berkat
Setelah komuni, sebaiknya diberi kesempatan anak – anak untuk menerima berkat dari pastornya. Kesempatan ini hendaknya dimafaatkan, bahkan kalu bisa dikondisikan sebagai waktu khusus bagi anak. Biarkan anak - anak mendapatkan keceriaan dan dengan antusias mengekspresikan sukacita mereka. Keadaan ini akan menarik anak yang lain, sehingga rela mengorbankan waktu bermainnya dan masuk ke gereja untuk menerima berkat.
7. Menyediakan tempat khusus bagi anak
Pendamping sekolah minggu, pengurus gereja, atau yang lain, bisa meminta ijin pada Imam atau Dewan Paroki agar setiap misa berlangsung disediakan temapat khusus bagi anak di dekat altar, meskipun hanya gelaran karpet. Tempat khusus ini disediakan bagi anak – anak yang belum menerima komuni. Dengan didampingi guru pendamping sekolah minggu, anak bisa belajar tentang ekaristi dengan memperhatikan langsung langkah-langkahnya secara jelas. Anak – anak perlu diikutsertakan dalam perayaan Ekaristi sejak dini. Anak harus diberi tempat dan kesempatan untuk ’ bertemu’ dengan Tuhan. Bukankah Yesus sendiri pernah bersabda, ”Biarlah anak – anak itu datang kepadaKu, dan jangan kamu mengahalang – halangi mereka, sebab orang – orang seperti itulah yang empunya Kerajaan Allah.”
MENGIKUTI PERAYAAN EKARISTI
Frans Hermawan
Fenomena umumyang dapat diamati di berbagai kota, animo kaum muda mengikuti Perayaan Ekaristi makin hari makin menipis. Kalaupun mereka hadir dalam Perayaan Ekaristi, amat sulit bagi mereka mengikuti seluruh urutan perayaan ekaristi dengan khidmad. Sebabnya antara lain mereka kurang dibiasakan mengikuti perayaan ekaristi sejak kecil.
Banyak orang tua hanya mondar-mandir di sekitar gerja saat Perayaan Ekaristi berlangsung untuk menemani anak-anak mereka. Hal itu umumnya dianggap lebih baik, daripada membiarkan anak-anak menangis di dalam geraja dan mengganggu kekhusukan umat lain yang sedang berdoa. Tapi, apakah langkah ini yang paling tepat? Tentu tidak! Tanpa menghilangkan kekhasan dunia anak- anak, perlu ditemukan cara mendapatkan saluran positif untuk mendidik anak agar mulai mengenal tata cara hidup menggereja, khususnya dalam mengikuti Perayaan Ekaristi.
Berdasarkan pengalaman dan pengamatan, cara-cara berikut ini kiranya bisa menjadi alternatif pendidikan anak agar belajar terlibat aktif dalam perayaan ekaristi.
1. Membantu anak untuk tenang
Hal ini dilakukan jika anak muali merasa bosan, ingin berjalan-jalan keluar gereja, meronta-ronta, bahkan akan menangis. Dalam situasi ini orang tua mengalihkan perhatian anak agar tetap mau mengikuti misa. Untuk itu, anak sebaiknya diberi kesibukan, misalnya bermain rosario, melihat gambar – gambar suci yang disiapkan dari rumah dan sebagainya.
2. Membuat anak merasa tertarik
Sebaiknya selama misa berlangsung, kepada anak-anak ditunjukkan hal- hal yang menarik, misalnya pada suara koor, organ, lukisan dinding gereja, arca – arca, pakaian yang dikenakan pastor, misdinar, dan sebagainya. Lebih baik lagi jika orang tua atau pendamping bisa menjelaskannya, sehingga anak dapat sedikit memahami dan tetap terlibat mengikuti misa.
3. Mendukung anak beraktivitas
Jika anak sudah mulai bisa bernyanyi atau membaca, orangtua bisa menuntun anak mencarikan nomor lagu yang dinyanyikan, atau menunjukkan teks – teks yang sedang dibacakan. Ada pastor di Jakarta yang cukup kreatif, saat menyanyikan doa Bapa Kami, orang dewasa hanya boleh menyanyi dalam hati. Kesempatan itu sepenuhnya diberikan kepada anak-anak untuk menyanyikannya.
4. Memberi anak uang kolekte
Di sini orangtua perlu memberi penjelasan pada anak, bahwa unuk merawat gereja dibutuhkan uang, oleh karena itu si anak dilatih memberikan sumbangan kepada Gereja. Uang kolekte itu sudah dipersiapkan dari rumah, dan dipisahkan dari rumah, dan dipisahkan dari uang jajan, agar anak rela memasukkan uang itu ke kotak kolekte. Hal yang lebih penting adalah melibatkan anak melakukan berbagai aktivitas (ritual) yang bisa mereka ikuti.
5 Menyapa dan menyalami anak
” Salam Damai” adalah saat yang paling tepat untuk melibatkan anak sehingga mendapatkan kelegaan dan kegembiraan bersama umat lain. Untuk itu ajaklah anak menyalami orang – orang disekitarnya. Sangat disayangkan jika ada umat yang tidak menyambut uluran tulus tangan mungil itu. Karena itulah, pengurus gereja atau petugas liturgi bisa memberikan penjelasan lewat pengumuman di gereja atau kesempatan lain, betapa penting memperhatikan anak – anak saat Salam Damai.
6. Mengajak anak menerima berkat
Setelah komuni, sebaiknya diberi kesempatan anak – anak untuk menerima berkat dari pastornya. Kesempatan ini hendaknya dimafaatkan, bahkan kalu bisa dikondisikan sebagai waktu khusus bagi anak. Biarkan anak - anak mendapatkan keceriaan dan dengan antusias mengekspresikan sukacita mereka. Keadaan ini akan menarik anak yang lain, sehingga rela mengorbankan waktu bermainnya dan masuk ke gereja untuk menerima berkat.
7. Menyediakan tempat khusus bagi anak
Pendamping sekolah minggu, pengurus gereja, atau yang lain, bisa meminta ijin pada Imam atau Dewan Paroki agar setiap misa berlangsung disediakan temapat khusus bagi anak di dekat altar, meskipun hanya gelaran karpet. Tempat khusus ini disediakan bagi anak – anak yang belum menerima komuni. Dengan didampingi guru pendamping sekolah minggu, anak bisa belajar tentang ekaristi dengan memperhatikan langsung langkah-langkahnya secara jelas. Anak – anak perlu diikutsertakan dalam perayaan Ekaristi sejak dini. Anak harus diberi tempat dan kesempatan untuk ’ bertemu’ dengan Tuhan. Bukankah Yesus sendiri pernah bersabda, ”Biarlah anak – anak itu datang kepadaKu, dan jangan kamu mengahalang – halangi mereka, sebab orang – orang seperti itulah yang empunya Kerajaan Allah.”
Sentire cum Ecclesiae
Sentire cum Ecclesiae
Masa-masa ini istimewa, terutama bagi Gereja Keuskupan Agung Semarang (KAS). Mengapa? Akhir bulan Juni nanti akan ada perayaan puncak 70 th. Perayaan itu didahului dengan novena 9 minggu di seluruh paroki di KAS. Pada akhir tahun ini akan ada syukuran pelaksanaan Arah Dasar KAS 2006-2010. Kemudian sejak pertengahan tahun lalu sampai pertengahan tahun ini Gereja semesta merayakan tahun imam. Bapa Suci mengajak para imam untuk menggali lebih dalam dasar-dasar panggilan dan perutusan para imam di dunia dewasa ini yang begitu diwarnai oleh paham-paham sekularisme (konsumerisme, hedonisme), ketimpangan global, kemiskinan dan bencana; dan mengajak umat untuk berdoa bagi para imamnya. Dalam rangka itu para imam di KAS mengadakan retret annotasi 19 (latihan rohani S. Ignatius), yakni retret dalam hidup sehari-hari.
Belakangan ini ada berbagai perayaan/agenda Liturgi yang istimewa: Pekan Suci, Bulan Maria dan Bulan Katekese Liturgi, Kenaikan Tuhan, Pentekosta, Tritunggal Mahakudus, Tubuh dan Darah Kristus, Hati Yesus yang Mahakudus.
Semua ini rasa saya mendorong kita semua untuk ber-“sentire cum ecclesiae” (harfiah=merasa bersama Gereja). Maksudnya kurang lebih kita diajak menyadari diri sebagai bagian dari Gereja yang lebih luas. Tidak hanya berlingkungan, namun juga berwilayah; tidak hanya berwilayah/stasi, namun juga berparoki; tidak hanya berparoki, namun juga dalam kevikepan, berkeuskupan, bahkan ber- Gereja universal. Kesadaran seperti itu pada hemat saya penting. Sebab di situ di satu pihak kita mengalami menjadi bagian dari sebuah communio yang dikehendaki oleh Yesus Kristus sendiri yang memanggil dan mengutus para murid untuk pergi ke seluruh dunia mewartakan Injil. Dan di lain pihak peziarahan hidup kita sebagai Gereja Paroki Pancaarga di tengah-tengah masyarakat setempat menemukan konteksnya yang tepat dan bernilai.
Kini terbit untuk pertama kali Media Komunikasi Umat Paroki St. Mikael Pancaarga bernama GemPar (Gema Paroki). Proficiat atas usaha dan kerja keras teman-teman Dewan Paroki. Semoga umat mendukung dan menghargainya, namun lebih-lebih ikut handarbeni.
Gagasan yang muncul dibalik terbitnya bulletin ini adalah agar kita memiliki ‘tambahan’ ruang/media untuk semakin mengembangkan komunikasi di antara kita (bdk. Penyegaran DP akhir tahun 2009 di PSM). Dan semakin membuka wawasan kita. Diharapkan di situ kita semakin ber-sentire cum ecclesiae! Hidup dan berkembangnya media komunikasi ini sepenuhnya tergantung dari tanggapan positif seluruh umat, minimum dari sisi sumbangan tulisan maupun sumbangan finansial.
Sekali lagi: profisiat atas GemPar dan selamat ber-sentire cum ecclesiae.
Berkat Tuhan menyertai saudara-saudari.
YB Rudy Hardono, Pr
Masa-masa ini istimewa, terutama bagi Gereja Keuskupan Agung Semarang (KAS). Mengapa? Akhir bulan Juni nanti akan ada perayaan puncak 70 th. Perayaan itu didahului dengan novena 9 minggu di seluruh paroki di KAS. Pada akhir tahun ini akan ada syukuran pelaksanaan Arah Dasar KAS 2006-2010. Kemudian sejak pertengahan tahun lalu sampai pertengahan tahun ini Gereja semesta merayakan tahun imam. Bapa Suci mengajak para imam untuk menggali lebih dalam dasar-dasar panggilan dan perutusan para imam di dunia dewasa ini yang begitu diwarnai oleh paham-paham sekularisme (konsumerisme, hedonisme), ketimpangan global, kemiskinan dan bencana; dan mengajak umat untuk berdoa bagi para imamnya. Dalam rangka itu para imam di KAS mengadakan retret annotasi 19 (latihan rohani S. Ignatius), yakni retret dalam hidup sehari-hari.
Belakangan ini ada berbagai perayaan/agenda Liturgi yang istimewa: Pekan Suci, Bulan Maria dan Bulan Katekese Liturgi, Kenaikan Tuhan, Pentekosta, Tritunggal Mahakudus, Tubuh dan Darah Kristus, Hati Yesus yang Mahakudus.
Semua ini rasa saya mendorong kita semua untuk ber-“sentire cum ecclesiae” (harfiah=merasa bersama Gereja). Maksudnya kurang lebih kita diajak menyadari diri sebagai bagian dari Gereja yang lebih luas. Tidak hanya berlingkungan, namun juga berwilayah; tidak hanya berwilayah/stasi, namun juga berparoki; tidak hanya berparoki, namun juga dalam kevikepan, berkeuskupan, bahkan ber- Gereja universal. Kesadaran seperti itu pada hemat saya penting. Sebab di situ di satu pihak kita mengalami menjadi bagian dari sebuah communio yang dikehendaki oleh Yesus Kristus sendiri yang memanggil dan mengutus para murid untuk pergi ke seluruh dunia mewartakan Injil. Dan di lain pihak peziarahan hidup kita sebagai Gereja Paroki Pancaarga di tengah-tengah masyarakat setempat menemukan konteksnya yang tepat dan bernilai.
Kini terbit untuk pertama kali Media Komunikasi Umat Paroki St. Mikael Pancaarga bernama GemPar (Gema Paroki). Proficiat atas usaha dan kerja keras teman-teman Dewan Paroki. Semoga umat mendukung dan menghargainya, namun lebih-lebih ikut handarbeni.
Gagasan yang muncul dibalik terbitnya bulletin ini adalah agar kita memiliki ‘tambahan’ ruang/media untuk semakin mengembangkan komunikasi di antara kita (bdk. Penyegaran DP akhir tahun 2009 di PSM). Dan semakin membuka wawasan kita. Diharapkan di situ kita semakin ber-sentire cum ecclesiae! Hidup dan berkembangnya media komunikasi ini sepenuhnya tergantung dari tanggapan positif seluruh umat, minimum dari sisi sumbangan tulisan maupun sumbangan finansial.
Sekali lagi: profisiat atas GemPar dan selamat ber-sentire cum ecclesiae.
Berkat Tuhan menyertai saudara-saudari.
YB Rudy Hardono, Pr
Langganan:
Postingan (Atom)